Senin, 06 November 2017

Nabi Ismail As



ISMAIL AS.
Nama: Ismail bin Ibrahim.
Garis Keturunan: Adam As. Syits Anusy
Qinan
Mihlail Yarid Idris As. Matusyalih
Lamak
Nuh As. Sam Arfakhsyad Syalih Abir
Falij
Rau Saruj Nahur Tarakh Ibrahim As.
Ismail
As.
Usia: 137 tahun.
Periode sejarah: 1911-1774 SM.
Tempat diutus: Mekah.
Jumlah keturunannya: 12 anak.
Tempat wafat: Mekkah.
Sebutan kaumnya: Amaliq dan Kabilah Yaman.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 12
kali.
KISAH NABI ISMAIL
Ismail berusia belia ketika memulai perjalanannya
menuju Allah SWT. Ibunya membawanya dan
menidurkannya di atas tanah, yaitu tempat yang
sekarang kita kenal dengan nama sumur zamzam dalam
Ka'bah. Saat itu tempat yang dihuninya sangat tandus
dan belum terdapat sumur yang memancar dari bawah
kakinya. Tidak ada di sana setetes air pun. Nabi Ibrahim
meninggalkan istrinya, Hajar, bersama anaknya yang
kecil. "Wahai Ibrahim kemana engkau hendak pergi dan
membiarkan kami di lembah yang kering ini?" Kata Hajar.
"Wahai Ibrahim di mana engkau akan pergi dan
membiarkan kami? Wahai Ibrahim ke mana engkau akan
pergi?" Si ibu mengulang-ulang apa yang dikatakannya.
Sedangkan Nabi Ibrahim diam dan tidak menjawab. Kita
tidak mengetahui secara pasti bagaimana perasaan Nabi
Ibrahim saat meninggalkan mereka berdua di suatu
lembah yang tidak ada di alamnya tumbuh-tumbuhan dan
minuman. Namun Allah SWT telah memerintahkannya
untuk tinggal di lembah itu. Dengan lapang dada Nabi
Ibrahim melaksanakan perintah Allah SWT.
Dalam kisah-kisah israiliyat (kisah-kisah palsu yang
dibuat oleh Bani Israil) disebutkan bahwa istri
pertamanya, Sarah, tampak cemburu pada Hajar, istri
keduanya, sehingga karenanya Nabi Ibrahim harus
menjauhkannya beserta anaknya. Kami percaya bahwa
kisah ini palsu dan penuh dengan kebohongan. Jika kita
mengamati kepribadian Nabi Ibrahim, maka kita
mengetahui bahwa beliau tidak akan mendapat perintah
dari seorang pun selain Allah SWT.
Kami tidak meyakini bahwa beliau terperangkap
dalam perasaan kecemburuan feminisme dan kami juga
tidak percaya bahwa beliau sengaja membangkitkan
perasaan ini. Kami tidak mengira bahwa pribadi Sarah
yang mulia akan terpedaya dengan sikap egoisme.
Bukankah ia sendiri yang menikahkan Nabi Ibrahim
dengan Hajar, pembantunya agar ia mendapatkan
keturunan? Ia menyadari bahwa dirinya wanita tua dan
mandul. Ia sendiri yang menikahkannya dan membantu
pelaksanaannya. Ia telah memberikan dan mengabdikan
dirinya kepada seorang lelaki yang hatinya tiada dipenuhi
dengan cinta kepada siapa pun kecuali cinta kepada
Penciptanya.
Allah SWT berfirman tentang Sarah dan Hajar:
"Rahmat Allah dan keberkatan-Nya dicurahkan atas
kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji
lagi Maha Pemurah. (QS. Hud: 73)
Jadi, masalahnya adalah bukan masalah
kecemburuan antara sesama wanita, namun ia adalah
tugas yang diperintahkan oleh Allah SWT yang di
dalamnya tersembunyi hikmah-Nya. Barangkali Sarah
lebih heran daripada Hajar ketika Nabi Ibrahim
memerintahkannya untuk membawa anaknya Ismail dan
mengikutinya. "Ke mana engkau hai Ibrahim pergi?"
Mungkin pertama-tama Hajar yang bertanya kepadanya
dan mungkin juga Sarah yang bertanya. Nabi Ibrahim
hanya terdiam dan akhirnya kedua wanita itu pun juga
terdiam.
Di sana terdapat hikmah yang tersembunyi di mana
Nabi Ibrahim tidak mengetahuinya dan Allah SWT tidak
menjelaskan kepadanya. la tidak mengetahui hai itu
sebagaimana mereka berdua juga tidak mengetahuinya.
Jadi kedua-duanya hanya terdiam sebagai bentuk akhlak
dari istri-istri nabi. Inilah Hajar yang sendirian bersama
anaknya di lembah yang terasing dan tandus, di mana ia
tidak mengetahui rahasia di balik tempat itu. Inilah Ismail
yang memulai perjalanannya menuju Allah SWT saat
masih menyusui. Ia mengalami ujian saat masih kecil
dan juga ujian bagi ayahnya, di mana ia mendapatkan
seorang anak saat sudah tua. Nabi Ibrahim menyadari
bahwa manusia tidak memiliki sesuatu pun dalam
dirinya. Dan seseorang yang cinta kepada Allah SWT
akan memberikan dirinya kepada Allah SWT dan akan
memberikan apa yang disukai oleh dirinya kepada Allah
SWT tanpa harus diminta. Itu adalah hukum cinta yang
dalam. Kami tidak percaya bahwa Nabi Ibrahim
mengetahui mengapa ia harus meninggalkan Ismail dan
ibunya di tempat itu. Kami tidak mengira bahwa Allah
SWT telah memberitahunya. Allah SWT hanya
menurunkan perintah dan Ibrahim hanya menaatinya. Di
sinilah tampak kerasnya ujian dan kesulitannya. Di sinilah
cinta yang paling dalam diungkapkan, dan di sinilah cinta
yang murni dituangkan.
Allah SWT menguji kekasih-Nya Ibrahim dengan
suatu ujian yang sangat keras, di mana umumnya para
orang tua berat sekali melakukannya. Bukan berarti
bahwa cinta Allah SWT kepada Ibrahim dan cinta Ibrahim
kepada-Nya menjadikan Ibrahim tidak memiliki perasaan
kemanusiaan. Kekuatan cintanya pada Allah SWT justru
menjadikan sebagai lautan dari perasaan kemanusiaan,
bahkan lautan yang tidak bertepi. Perasaan beliau
terhadap Ismail lebih besar, lebih lembut, dan lebih
sayang dari perasaan ayah mana pun terhadap anaknya.
Meskipun demikian, beliau rela meninggalkannya di
tempat yang tandus karena Allah SWT memerintahkan
hal tersebut. Terjadilah pergulatan dalam dirinya namun
ia mampu melewati ujiannya dan beliau memilih cinta
Allah SWT daripada cinta anaknya.
Ketika Nabi Ibrahim menampakkan kecintaan yang
luar biasa dari yang seharusnya kepada anaknya, maka
Allah SWT memerintahkannya untuk menyembelihnya.
Allah SWT agar hanya Dia yang menjadi pusat cinta para
nabi-Nya. Barangsiapa yang mencintai Allah SWT, maka
ia pun harus mencintai kebenaran dan orang yang
mencintai kebenaran adalah orang memenuhi hatinya
dengan cinta kepada Penciptanya semata. Ismail
mewarisi kesabaran ayahnya. Nabi Ibrahim berdoa
kepada Allah SWT sebelumnya:
"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang
anak) yang termasuk orang-orang yang saleh" (QS. ash-
Shaffat: 100)
Allah SWT menjawab:
"Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang
anak yang amat sabar." (QS. ash-Shaffat: 101)
Kesabaran yang sama yang terdapat pada ayahnya,
kebaikan yang sama, ketakwaan yang sama, dan adab
kenabian yang sama pula. Ismail mendapatkan ujian
yang pertama saat beliau kecil dan ujian itu berakhir saat
Allah SWT memancarkan zamzam dari kedua kakinya
sehingga darinya ibunya minum dan menyusuinya.
Kemudian Ismail mendapatkan ujian yang kedua dalam
hidupnya saat ia menginjak masa muda:
"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai
anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!'
Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu: Insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'" (QS.
ash-Shaffat: 102)
Apa yang Anda kira terhadap jawaban si anak? Ia
tidak bertanya tentang sifat dari mimpi itu, dan ia tidak
berdebat dengan ayahnya tentang kebenaran mimpi itu,
tetapi yang dikatakannya: "Wahai ayahku laksanakanlah
apa yang diperintahkan. "Janganlah engkau gelisah
karena aku dan janganlah engkau menampakkan
kesedihan dan keluh-kesah. "Engkau akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar." Demikianlah jawaban
seorang anak yang saleh terhadap ayahnya yang saleh.
Itulah puncak dari kesabaran dari seorang anak dan tentu
orang tuanya lebih harus bersabar. Itu bagaikan
perlombaan di antara keduanya untuk menguji siapa di
antara mereka yang paling sabar. Perlombaan yang
tujuannya adalah meraih cinta Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka)
kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur'an.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya,
dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh
keluarganya untuk bersembahyang dan menunaikan
zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi
Tuhannya." (QS. Maryam: 54-55)
Baitullah
Ismail hidup di semenanjung Arab sesuai dengan
kehendak Allah SWT. Ismail memelihara kuda dan
terhibur dengannya serta memanfaatkannya untuk
keperluannya. Sedangkan air zamzam sangat membantu
orang-orang yang tinggal di daerah itu. Kemudian
sebagian kafilah menetap di situ dan sebagian kabilah
tinggal di tempat itu. Nabi Ismail tumbuh menjadi dewasa
dan menikah. Lalu ayahnya, Nabi Ibrahim,
mengunjunginya dan tidak menemukannya dalam rumah
namun ia hanya mendapati istrinya. Nabi Ibrahim
bertanya kepadanya tentang kehidupan mereka dan
keadaan mereka. Istrinya mengadukan padanya tentang
kesempitan hidup dan kesulitannya. Nabi Ibrahim berkata
padanya: "Jika datang suamimu, maka perintahkan
padanya untuk mengubah gerbang pintunya."
Ketika Nabi Ismail datang, dan istrinya menceritakan
padanya perihal kedatangan seorang lelaki, Ismail
berkata: "Itu adalah ayahku dan ia memerintahkan aku
untuk meninggalkanmu, maka kembalilah engkau pada
keluargamu." Kemudian Nabi Ismail menikahi wanita yang
kedua. Nabi Ibrahim mengunjungi istri keduanya dan
bertanya kepadanya tentang keadaannya. Lalu ia
menceritakan padanya bahwa mereka dalam keadaan
baik-baik dan dikaruniai nikmat. Nabi Ibrahim puas
terhadap istri ini dan memang ia cocok dengan anaknya.
Barangkali Nabi Ibrahim menggunakan kemampuan
spiritualnya dan cahaya yang mampu menyingkap
kegaiban yang dimilikinya. Nabi Ibrahim menyiapkan
Ismail untuk mengemban tugas yang besar. Yaitu tugas
yang membutuhkan kerja keras kemanusiaan seluruhnya
dan waktunya seluruhnya serta kenyamanannya
seluruhnya.
Ismail menjadi besar dan mencapai kekuatannya.
Nabi Ibrahim mendatanginya. Tibalah saat yang tepat
untuk menjelaskan hikmah Allah SWT yang telah terjadi
dari perkara-perkara yang samar. Nabi Ibrahim berkata
kepada Ismail: "Wahai Ismail, sesungguhnya Allah SWT
memerintahkan padaku suatu perintah" ketika datang
perintah pada Nabi Ibrahim untuk menyembelihnya,
beliau menjelaskan kepadanya persoalan itu dengan
gamblang. Dan sekarang ia hendak mengemukakan
perintah lain yang sama agar ia mendapatkan keyakinan
bahwa Ismail akan membantunya. Kita di hadapan
perintah yang lebih penting daripada penyembelihan.
Perintah yang tidak berkenaan dengan pribadi nabi tetapi
berkenaan dengan makhluk.
Ismail berkata: "Laksanakanlah apa yang
diperintahkan Tuhanmu padamu." Nabi Ibrahim berkata:
"Apakah engkau akan membantuku?" Ismail menjawab:
"Ya, aku akan membantumu." Nabi Ibrahim berkata:
"Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan aku untuk
membangun rumah di sini." Nabi Ibrahim mengisyaratkan
dengan tangannya dan menunjuk suatu bukit yang tinggi
di sana.
Selesailah pekerjaan itu. Perintah itu telah
dilaksanakan dengan berdirinya Baitullah yang suci. Itu
adalah rumah yang pertama kali dibangun untuk menusia
di bumi. Ia adalah rumah pertama yang di dalamnya
manusia menyembah Tuhannya. Dan karena Nabi Adam
adalah manusia yang pertama turun ke bumi, maka
keutamaan pembangunannya kembali padanya. Para
ulama berkata: "Sesungguhnya Nabi Adam
membangunnya dan ia melakukan thawaf di sekelilingnya
seperti para malaikat yang tawaf di sekitar arsy Allah
SWT.
Nabi Adam membangun suatu kemah yang di
dalamnya ia menyembah Allah SWT. Adalah hal yang
biasa bagi Nabi Adam sebagai seorang Nabiuntuk
membangun sebuah rumah untuk menyembah Allah
SWT. Tempat itu dipenuhi dengan rahmat. Kemudian
Nabi Adam meninggal dan berlalulah abad demi abad
sehingga rumah itu hilang dan tersembunyi tempatnya.
Maka Nabi Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah SWT
untuk membangun kedua kalinya agar rumah itu tetap
berdiri sampai hari kiamat dengan izin Allah SWT. Nabi
Ibrahim mulai membangun Ka'bah. Ka'bah adalah
sekumpulan batu yang tidak membahayakan dan tidak
memberikan manfaat. Ia tidak lebih dari sekadar batu.
Meskipun demikian, ia merupakan simbol tauhid Islam
dan tempat penyucian kepada Allah SWT. Nabi Adam
memiliki tauhid yang tinggi dan Islam yang mutlak. Nabi
Ibrahim pun termasuk seorang Muslim yang tulus dan ia
bukan termasuk seorang musyrik.
Batu-batu rumah itu telah dibangun dari
ketenteraman hati Nabi Adam dan kedamaian Nabi
Ibrahim serta cintanya dan kesabaran Nabi Ismail serta
ketulusannya. Oleh karena itu, ketika Anda memasuki
Masjidil Haram Anda akan merasakan suatu gelombang
kedamaian yang sangat dalam. Terkadang pada kali yang
pertama engkau melihat dirimu dan tidak melihat rumah
dan pemeliharanya. Dan barangkali engkau melihat rumah
pada kali yang kedua namun engkau tidak melihat dirimu
dan Tuhanmu. Ketika engkau pergi ke haji engkau tidak
akan melihat dirimu dan rumah itu yang engkau lihat
hanya pemelihara rumah itu. Ini adalah haji yang hakiki.
Inilah hikmah yang pertama dari pembangunan Ka'bah.
Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan
(membina) dasar-dasar baitullah bersama Ismail (seraya
berdoa): 'Ya Tuhan kami terimalah dari kami (amalan
kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami
berdua orang yang tunduk dan patuh kepada Engkau
dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang
tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada
kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan
terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan
kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan
mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-
ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab
(al-Qur'an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan
mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. " (QS. al-Baqarah: 127-129)
Ka'bah terdiri dari batu-batuan yang ada di bumi di
mana ia dijadikan pondasi oleh Nabi Ibrahim dan Ismail.
Sejarah menceritakan bahwa ia pernah dihancurkan lebih
dari sekali sehingga ia pun beberapa kali dibangun
kembali. Ia tetap berdiri sejak masa Nabi Ibrahim sampai
hari ini. Dan ketika Rasulullah saw diutus sebagai bukti
pengkabulan doa Nabi Ibrahimbeliau mendapad Ka'bah
dibangun terakhir kalinya, dan tenaga yang dicurahkan
oleh orang-orang yang membangunnya sangat terbatas
di mana mereka tidak menggali dasarnya sebagaimana
Nabi Ibrahim menggalinya. Dari sini kita memahami
bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mencurahkan tenaga
keras yang tidak dapat ditandingi oleh ribuan laki-laki.
Rasullah saw telah menegaskan bahwa kalau bukan
karena kedekatan kaum dengan masa jahiliyah dan
kekhawatiran orang-orang akan menuduhnya dengan
berbagai tuduhan jika beliau menghancurkannya dan
membangunkannya kembali, niscaya beliau ingin
merobohkannya dan mengembalikannya ke pondasi Nabi
Ibrahim.
Sungguh kedua nabi yang mulia itu telah
mencurahkan tenaga keras dalam membangunnya.
Mereka berdua menggali pondasi karena dalamnya tanah
yang di bumi. Mereka memecahkan batu-batuan dari
gunung yang cukup jauh dan dekat, lalu setelah itu
memindahkannya dan meratakannya serta
membangunnya. Tentu hal itu memerlukan tenaga keras
dari beberapa pria tetapi mereka berdua membangunnya
bersama-sama. Kita tidak mengetahui berapa banyak
waktu yang digunakan untuk membangun Ka'bah
sebagaimana kita tidak mengetahui waktu yang
digunakan untuk membuat perahu Nabi Nuh. Yang
penting adalah, bahwa perahu Nabi Nuh dan Ka'bah
sama-sama sebagai tempat perlindungan manusia dan
tempat yang membawa keamanan dan kedamaian.
Ka'bah adalah perahu Nabi Nuh yang tetap di atas bumi
selama-lamanya. Ia selalu menunggu orang-orang yang
menginginkan keselamatan dari kedahsyatan angin topan
yang selalu mengancam setiap saat.
Allah SWT tidak menceritakan kepada kita tentang
waktu pembangunan Ka'bah. Allah SWT hanya
menceritakan perkara yang lebih penting dan lebih
bermanfaat. Dia menceritakan tentang kesucian jiwa
orang-orang yang membangunnya dan doa mereka saat
membangunnya:
"Tuhan kami, terimalah dari hand (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. " (QS. al-Baqarah: 127)
Itulah puncak keikhlasan orang-orang yang ikhlas,
ketaatan orang-orang yang taat, ketakutan orang-orang
yang takut, dan kecintaan orang-orang yang mencintai:
"Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang
tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara
cucu kami umat yang tunduk patuh kepada
Engkau." (QS. al-Baqarah: 128)
Sesungguhnya kaum Muslim yang paling agung di
muka bumi saat itu, mereka berdoa kepada Allah SWT
agar menjadikan mereka termasuk orang-orang yang
berserah diri pada-Nya. Mereka mengetahui bahwa hati
manusia terletak sangat dekat dengan ar-Rahman (Allah
SWT). Mereka tidak akan mampu menghindari tipu daya
Allah SWT. Olah karena itu, mereka menampakkan
kemurnian ibadah hanya kepada Allah SWT, dan mereka
membangun rumah Allah SWT serta meminta pada-Nya
agar menerima pekerjaan mereka.
Selanjutnya, mereka meminta Islam (penyerahan
diri) pada-Nya dan rahmat yang turun pada mereka di
mana mereka memohon kepada Allah SWT agar memberi
mereka keturunan dari umat Islam. Mereka ingin agar
jumlah orang-orang yang beribadah dan orang-orang
yang sujud dan rukuk semakin banyak. Sesungguhnya
doa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menyingkap isi had
seorang mukmin. Mereka membangun rumah Allah SWT
dan pada saat yang sama mereka disibukkan dengan
urusan akidah (keyakinan). Itu mengisyaratkan bahwa
rumah itu sebagai simbol dari akidah.
"Dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan
tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat
kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 128)
Perlihatkanlah kepada kami cara ibadah yang
Engkau sukai. Perlihatkanlah kepada kami bagaimana
kami menyembah-Mu di bumi. Dan terimalah taubat
kami. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan
Maha Penyayang. Setelah itu, kepedulian mereka
melampaui masa yang mereka hidup di dalamnya.
Mereka berdoa kepada Allah SWT:
"Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang
rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan
kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan
kepada mereka al-Kitab (al-Qur'an) dan al-Hikmah (as-
Sunnah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
" (QS. al-Baqarah: 129)
Akhirnya, doa tersebut terkabul ketika Allah SWT
mengutus Muhammad bin Abdillah saw. Doa tersebut
terwujud setelah melalui masa demi masa. Selesailah
pembangunan Ka'bah dan Nabi Ibrahim menginginkan
batu yang istimewa yang akan menjadi tanda khusus di
mana tawaf di sekitar Ka'bah akan dimulai darinya. Ismail
telah mencurahkan tenaga di atas kemampuan manusia
biasa. Beliau bekerja dengan sangat antusias sebagai
wujud ketaatan terhadap perintah ayahnya. Ketika beliau
kembali, Nabi Ibrahim telah meletakkan Hajar Aswad di
tempatnya. "Siapakah yang mendatangkannya (batu)
padamu wahai ayahku?" Nabi Ibrahim berkata: "Jibril as
yang mendatangkannya." Selesailah pembangunan
Ka'bah dan orang- orang yang mengesakan Allah SWT
serta orang-orang Muslim mulai bertawaf di sekitarnya.
Nabi Ibrahim berdiri dalam keadaan berdoa kepada
Tuhannya sama dengan doa yang dibacanya
sebelumnya, yaitu agar Allah SWT menjadikan had
manusia cenderung pada tempat itu:
"Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung
kepada mereka. "(QS. Ibrahim: 37)
Karena pengaruh doa tersebut, kaum Muslim
merasakan kecintaan yang dalam untuk mengunjungi
Baitul Haram. Setiap orang yang mengunjungi Masjidil
Haram dan kembali ke negerinya ia akan merasakan
kerinduan pada tempat itu. Semakin jauh ia, semakin
meningkat kerinduannya padanya. Kemudian, datanglah
musim haji pada setiap tahun, maka hati yang penuh
dengan cinta pada Baitullah akan segera melihatnya dan
rasa hausnya terhadap sumur zamzam akan segera
terpuaskan. Dan yang lebih penting dari semua itu adalah
cinta yang dalam terhadap Tuhan, Baitullah dan sumur
zamzam yaitu, Tuhan alam semesta. Allah SWT berfirman
berkenaan dengan orang-orang yang mendebat Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail:
"Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula
seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang
lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali
bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.
" (QS. Ali 'Imran: 67)
Allah SWT mengabulkan doa Nabi Ibrahim dan beliau
yang pertama kali menamakan kita sebagai orang-orang
Muslim. Allah SWT berfirman:
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang
tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang-
orang Muslim dan dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nabi Yahya As

NABI YAHYA Allah SWT berfirman: "Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya seraya berkata: 'Ya Tuh...