NABI SYU’AIB AS.
Nama: Syu’aib bin
Mikail.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒
Syits ⇒ Anusy ⇒
Qinan ⇒
Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒
Lamak ⇒
Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒
Abir
⇒ Falij ⇒
Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒
Tarakh ⇒ Ibrahim As.
⇒
Madyan ⇒ Yasyjur ⇒ Mikail ⇒ Syu’aib
As.
Usia: 110 tahun.
Periode sejarah: 1600-1490 SM.
Tempat diutus: Madyan (pesisir Laut Merah di
tenggara
Gunung Sinai).
Jumlah keturunannya: 2 anak perempuan.
Tempat wafat: Yordania.
Sebutan kaumnya: Madyan dan Ash-habul Aikah.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 11
kali.
Nabi Syu’ai b ‘alaihissalam tinggal di kota
Madyan yang
letaknya di Yordania sekarang. Ketika itu,
masyarakatnya kafir kepada Allah dan melakukan
berbagai kemaksiatan, seperti membajak dan
merampas harta manusia yang melintasi mereka.
Mereka juga menyembah pohon lebat yang disebut
Aikah.
Mereka bermuamalah buruk dengan manusia, menipu
dalam melakukan jual beli dan mengurangi takaran dan
timbangan. Maka Allah mengutus kepada mereka
seorang rasul dari kalangan mereka bernama Nabi
Syu’aib ‘alaihissalam . Beliau mengajak
mereka
beribadah kepada Allah dan tidak berbuat syirik,
melarang mereka mengurangi takaran dan timbangan
serta melarang melakukan pembajakan, dan melarang
berbuat buruk lainnya. Nabi Syu’ab ‘alaihissalam
berkata kepada mereka, “Wahai
kaumku! Sembahlah
Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah
bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu
bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah
takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan
bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi
setelah Allah memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. —
Dan janganlah kamu duduk di setiap jalan dengan menakut-
nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari
jalan Allah, dan menginginkan agar jalan Allah itu menjadi
bengkok…dst.” (QS. Al A’raaf: 85)
Demikianlah, Nabi Syu’aib
‘alaihissalam terus berdakwah
kepada kaumnya dan menerangkan kebenaran kepada
mereka, tetapi yang beriman hanya sedikit saja,
sedangkan sebagian besar mereka kafir. Meskipun
begitu, beliau tidak berputus asa terhadap penolakan
mereka, bahkan tetap sabar mendakwahi mereka dan
mengingatkan mereka nikmat-nikmat Allah yang tidak
terhingga. Akan tetapi kaumnya tetap tidak menerima
nasihat dan dakwahnya, bahkan mereka berkata kepada
Nabi Syu’ab sambil
mengolok-olok, “Wahai Syu’aib!
Apakah shalatmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan
apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang
kami berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami.
Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun
lagi berakal.”
(QS. Huud: 87)
Kemudian Nabi Syu’aib
membantah mereka dengan
kalimat yang halus sambil mengajak mereka kepada
yang haq , “Wahai
kaumku! Bagaimana pendapatmu jika
aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan
dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik (patutkah
aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak
menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku
larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan)
perbaikan selama aku masih sanggup. Dan tidak ada taufik
bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya
kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah
aku kembali. ”
(QS. Huud: 88)
Seperti itulah Nabi Syu’aib
‘alaihissalam , Beliau
berdakwah dengan argumentasi yang kuat, sehingga
Beliau disebut Khathibul Anbiya’ (Ahli Pidato dari
kalangan para nabi).
Selanjutnya, Beliau berkata kepada mereka menakut-
nakuti mereka dengan adzab Allah dan mengajak
mereka kembali kepada Allah, “Wahai kaumku, janganlah
pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan
kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa adzab seperti
yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Saleh,
sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (zaman dan
tempatnya) dari kamu. —Dan
mohonlah ampun kepada
Tuhanmu kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.” (QS.
Huud: 89-90)
Maka mereka mengancam akan menghukum Beliau,
mereka berkata, “
Wahai Syu’aib! Kami tidak banyak
mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan
sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang
yang lemah di antara kami; kalau tidak karena keluargamu
tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamu pun
bukanlah seorang yang kuat di sisi kami.” (QS. Huud: 91)
Syu’aib
menjawab, “Wahai kaumku, apakah
keluargaku
lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah,
sedang Allah kamu jadikan di belakang (tidak dipedulikan)?
Sesungguhnya (pengetahuan) Tuhanku meliputi apa yang
kamu kerjakan.”
(QS. Huud: 91)
Selanjutnya, Nabi Syu’aib
menakut-nakuti mereka
dengan adzab Allah jika mereka tetap di atas kesesatan
dan kemaksiatan mereka, tetapi kaumnya malah
menjawab ancaman itu dengan mengancam Beliau dan
memberikan pilihan, “Mengikuti
agama mereka atau pergi
meninggalkan kota mereka bersama orang-orang yang
beriman yang mengikutinya .” Namun Nabi Syu’aib
dan
orang-orang yang beriman bersamanya tetap teguh di
atas keimanan mereka dan menyerahkan urusan
mereka kepada Allah. Maka kaumnya menuduh Beliau
sebagai pesihir dan pendusta (QS. Asy Syu’araa:
185-186) dan mengolok-olok adzab yang beliau
ancamkan, bahkan meminta disegerakan adzab. Para
pemuka mereka juga berkata kepada yang lain,
“
Sesungguhnya jika kamu mengikuti Syu’aib,
tentu kamu
menjadi orang-orang yang merugi. ” (QS. Al A’raaf:
90)
Hingga akhirnya Nabi Syu’aib
‘alaihissalam berdoa
kepada Tuhannya, “Ya
Tuhan Kami, berilah keputusan
antara kami dan kaum kami dengan haq (adil) dan
Engkaulah pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.” (QS.
Al A’raaf: 89)
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyuruh Nabi syu’aib
‘alaihissalam
agar keluar dari kota itu bersama orang-
orang yang beriman karena adzab akan turun menimpa
kaumnya, selanjutnya Allah mengirimkan kepada
mereka cuaca yang begitu panas yang membuat
tanaman kering, sumur kering, dan susu hewan habis,
maka orang-orang pun keluar mencari kesejukan, lalu
mereka menemukan awan hitam yang sebelumnya
mereka kira sebagai hujan dan rahmat, sehingga
mereka berkumpul di bawahnya, kemudian ditimpakan
kepada mereka bunga api yang membakar dan api
yang bergejolak sehingga membakar mereka semua,
bumi pun berguncang dan mereka ditimpa suara yang
mengguntur yang mencabut nyawa mereka sehingga
mereka menjadi jasad-jasad yang mati bergelimpangan.
Setelah kejadian itu, Nabi Syu’aib meninggalkan mereka
sambil berkata, “Wahai
kaumku! Sesungguhnya aku telah
menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan
aku telah memberi nasihat kepadamu. Maka bagaimana
aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir?”
Demikianlah, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan
kepada mereka berbagai bentuk adzab dan musibah
karena sifat dan perbuatan mereka yang buruk. Allah
timpakan kepada mereka gempa bumi sebagai balasan
karena mereka mengancam akan mengusir Nabi Syu’aib
dan para pengikutnya (QS. Al A’raaf: 91). Dia juga
menimpakan suara yang mengguntur sebagai balasan
atas olok-olokkan mereka kepada Nabi mereka (QS.
Huud: 87). Dan Dia juga menimpakan kepada mereka
naungan awan yang daripadanya keluar bunga api
sebagai jawaban atas permintaan mereka untuk
ditimpakan adzab berupa gumpalan dari langit (QS. Asy
Syu’aaraa’: 187-188).
Allah menyelamatkan Nabi Syu’aib ‘alaihissalam
dan
orang-orang yang beriman bersamanya, Dia berfirman,
“ Dan ketika
datang adzab Kami, Kami selamatkan Syu’aib
dan orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat
dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh
satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati
bergelimpangan di rumahnya.–Seolah-olah mereka belum
pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah bagi
penduduk Mad-yan sebagaimana kaum Tsamud telah
binasa.” (QS. Huud:
94-95)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar